Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian Setting, Latar, dan Jenisnya Menurut Ahli


Setting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut latar cerita, merupakan penggambaran waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita (Wiyanto, 2002:28). Dalam karya sastra setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum sebuah karya (Abrams, 1981:1975) dalam (Fananie. 2002:95) . Nurgiyantoro (2002:216 dalam Santosa, 2011:7) menyatakan bahwa setting adalah dasar, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial temapat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Saling melengkapi, Hayati (1990:10) berpendapat setting (landasan tumpu) cerita adalah gambaran temapat waktu atau segala situasi di tempat terjadinya peristiwa. Setting ini erat hubungannya dengan tokoh atau pelaku dalam suatu peristiwa. Oleh sebab itu setting sangat mendukung plot cerita. Di samping itu setting juga sangat mempengaruhi suasana, peristiwa, pokok persoalan dalam cerita, dan tema cerita. Walaupun setting dimaksudkan untuk mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan dimana, kapan dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, krakter, perilaku sosial dan pandangan masyarakat pada waktu naskah ditulis. Dari kajian setting dapat diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara pelaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial dan pandangan masyarakat, kondisi wilayah, letak geografis, struktur sosial juga akan menentukan watak-watak atau karakter tokoh tertentu.


Fungsi setting dalam karya tidak bisa dilepaskan dalam masalah yang lain seperti tema, tokoh bahasa, medium sastra yang dipakai dan persoalan-persoalan yang muncul yang kesemuanya merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan. Dalam hal tertentu setting harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam dimensinya terkait dengan tempat, waktu daerah dan orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup dan cara berfikir.

Contoh:Terdapat pada awal pembukaan lakon “Jangan Menangis Indonesia” yaitu “Berbagai hal beruntun menerpa tak putus-putus. Krisis ekonomi, suhu politik meninggi, huru-hara, teror bom, tsunami, gempa bumi, sar, flue burung, demam berdarah, kebejatan moral, narkoba, judi, korupsi, ketidakberdayaan hukum, kebejatan para pemimpin, kasus-kasus  yang mencederai hak asasi manusia. Risau, bingung, was-was, semua  mendambakan kehidupan yang lebih baik. Tangan gelagapan berpegangan mencoba bertahan agar  tak terjadi kebangkrutan apalagi kemusnahan. Tapi di celah yang kecil, masih terlihat, terdengar dan terasa sebuah harapan apabila kita bersedia untuk menerima, belajar, mengerti, kemudian membalikkan kekalahan menjadi kemenangan masih ada sebuah janji” dalam prolog itu sudah tergambar jelas semua setting yang akan terwujudkan dalam sepanjang lakon.

1.       Dimensi Setting
Santosa (2008) dan Wiyanto (2002) memiliki pendapat yang sama bahwa setting meliputi tiga dimensi yaitu : (a)setting tempat (tempat terjadinya cerita) tidak berdiri sendiri biasanya didukung dengan setting waktu, misalnya, tempat dijawa, tahun berapa, diluar rumah; (b)setting waktu (waktu siang, pagi, sore, atau malam hari terkandung dicerita dalam drama); (c)setting peristiwa (ketika zaman/periode sejarah yang terjadi di cerita dalam drama); dan (d)setting suasana (perang/tegang, haru, kemerdekaan/gembira dan lain-lain). Semua setting dalam pementasan drama dapat didukung dan dilukiskan dengan tata panggung, tata lampu, dan suara.

Drama memiliki beberapa babak atau adegan yang mempunyai setting berbeda tapi tetap berada dalam satu panggung. Karena semua adegan dilaksanakan di panggung, maka panggung harus bisa menggambarkan setting yang dikehendaki. Panggung harus bisa menggambarkan tempat adegan itu terjadi. Penataan panggung harus mengesankan. Unsur panggung harus diupayakan bisa menggambarkan suasana. Penggambaran setting sering berubah-ubah hampir setiap adegan.

a.       Setting Tempat
Setting tempat adalah tempat yang menjadi setting peristiwa drama itu terjadi. Peristiwa dalam drama adalah peristiwa fiktif yang menjadi hasil rekaan penulis drama. Menurut Aristoteles peristiwa dalam drama adalah mimesis atau tiruan dari kehidupan manusia keseharian. Seperti diketahui bahwa sifat dari naskah drama bisa berdiri sendiri sebagai bahan bacaan sastra, tetapi bisa sebagai bahan dasar dari pertunjukan. Sebagai bahan bacaan sastra, interpretasi tempat kejadian peristiwa ini terletak pada keterangan yang diberikan oleh penulis naskah drama dan dalam imajinasi pembaca. Sedangkan sebagai bahan dasar pertunjukan, tempat peristiwa ini harus dikomunikasikan atau diceritakan oleh para pemeran sebagai komunikator kepada penonton. Analisis ini perlu dilakukan guna memberi suatu gambaran pada penonton tentang tempat peristiwa itu terjadi. Analisis ini juga sangat penting dilakukan karena berhubungan dengan tata teknik pentas. Gambaran tempat peristiwa dalam drama kadang sudah diberikan oleh penulis drama, tetapi kadang tidak diberikan oleh penulis drama. Analisis latar tempat dapat dilakukan dengan mencermati dialog-dialog peran yang sedang berlangsung dalam satu adegan, babak atau dalam keseluruhan drama tersebut.

b.       Setting Waktu
Setting waktu adalah waktu yang menjadi latar belakang peristiwa, adegan, dan babak itu terjadi. Mengarah pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra misalnya tahun, musim, hari, dan jam. Setting waktu terkadang sudah diberikan atau sudah diberi rambu-rambu oleh penulis drama, tetapi banyak setting waktu ini tidak diberikan oleh penulis drama. Tugas seorang sutradara dan pemeran ketika menghadapi sebuah naskah drama adalah menginterprestasi latar waktu dalam drama tersebut. Dengan menggetahui setting waktu yang terjadi pada maka semua pihak akan bisa mengerjakan drama tersebut. Misalnya, penata artistik akan menata perabot dan mendekorasi pementasan sesuai dengan setting waktu. Analisis setting waktu perlu dilakukan baik oleh seorang sutradara maupun oleh pemeran. Analisis setting waktu yang dilakukan oleh sutradara biasanya berhubungan dengan tata teknik pentas, sedangkan yang dilakukan oleh pemeran biasanya berhubungan dengan akting dan bisnis akting. Setting waktu dalam naskah drama bisa menunjukkan waktu dalam arti yang sebenarnya (siang, malam, pagi, dan sore), waktu yang menunjukkan sebuah musim (musim hujan, musim kemarau, musim dingin dan lain-lain), dan waktu yang menunjukkan suatu zaman atau abad (Zaman Klasik, Zaman Romantik, zaman perang dan lain-lain). Analisis setting waktu bisa dilakukan dengan mencermati dialog-dialog yang disampaikan oleh tokoh dalam adegan atau babak yang sedang berlangsung. Dengan mengetahui setting waktu dan suasana yang terjadi pada satu adegan atau babak maka akan lebih mudah dalam mengekspresikannya, dan memainkan adegan tersebut.

c.       Setting Peristiwa
Setting peristiwa adalah peristiwa yang melatari adegan itu terjadi dan bisa juga yang melatari drama itu terjadi. Mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra, misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir, dan sikap. Setting peristiwa ini bisa sebagai realita bisa juga fiktif yang menjadi imajinasi penulis drama. Setting peristiwa yang nyata digunakan oleh penulis drama untuk menggambar peristiwa yang terjadi secara nyata pada waktu itu sebagai dasar dari dramanya. Drama-drama dengan setting peristiwa yang riil terjadi pada drama-drama di Indonesia pada tahun 1950 sampai tahun 1970. Drama pada waktu itu mengambil setting peristiwa pada Zaman Perang Revolusi di Indonesia. Setting peristiwa pada adegan atau drama adalah peristiwa yang mendahului adegan atau drama tersebut, atau yang mengakibatkan adegan atau drama itu terjadi.
Weststeijn (1982:150) berpendapat bahwa peristiwa ialah peralihan dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Peristiwa-peristiwa yang secara menentukan mempengaruhi perkembangan plot. Peristiwa yang tidak menentukan untuk peristiwa selanjutnya jarang ada dalam suatu drama, peristiwa yang menentukan seterusnya merupakan plot-plot cerita yang saling menyambung. Peristiwa-peristiwa mengaitkan peristiwa penting misalnya perpindahan dari lingkungn satu ke lingkungan lain. Penampilan pelaku-pelaku, adegan-adegan singkat seklipun itu hal yang kelihatannya sederhana namun itu bisa menjadi sangat penting yang menjadikan suatu drama enak untuk di nikmati dan seimbang jika terus-menerus konflik yang menegangkan maka penikmat akan merasa jenuh ataupun terlalu tegang. Banyak peristiwa tidak langsung berpengaruh bagi perkembangan sebuah plot tidak turut menggerakkan jalan cerita tapi mengacu pada unsur yang lain, misalnya para pelaku, dsb.

d. Setting Suasana
Adiwardoyo (1990:11) menambahkan satu setting yaitu setting suasana atau mood yang terdapat dalam suatu peristiwa biasanya erat hubungannya dengan setting cerita. Setting cerita tertentu dapat menimbulkan suasana tertentu. Suasana ini dapat berupa suasana batin dan dapat pula berupa suasana lahir. Wujud suasana batin misalnya rasa tegang, benci, senang, acuh, simpati, sendih dsb. Wujud suasana lahir misalnya kesepian kota, keramaian kota, kegersangan gunung kapur, kesuburan di daerah tambak dan sebagainya.

Dari pembahasan diatas maka penulis menyimpulkan bahwa sesungguhnya unsur-unsur drama yang membangun suatu drama salah satunya adalah plot dan setting keberadaannya memberikan pemahaman kepada setiap penikmat drama dalam menikmati suatu drama. Keberadaan plot menuntun penikmat drama agar mampu mendalami jalan cerita, konflik-konflik serta hal-hal penting yang tersembunyi dalam drama tersebut. Plot drama merupakan rangakaian peristiwa yang terdapat dalam sebuah drama, dan itu dituntut memiliki keutuhan (Iunity). Adanya bagian awal, tengah, dan akhir dalam suatu plot menunjukkan adanya keutuhan tersebut. Secara konkret, gambaran tentang intensitas plot itu terlihat pada saat penikmat dikondisikan ‘terperangkap’ pada berbagai peristiwa sejak pada bagian awal, tengah, dan akhir drama. Penonton akan dibawah merasakan munculnya suatu konflik hingga berbagai konflik dan ikut dalam krisis ke krisis yang lain, baik pada saat ketegangan muncul maupun saat relaksasi.

Keberadaan setting yang mengimajikan gambaran tempat, waktu, peristiwa serta suasana setiap babak pada drama yang di baca maupun ditonton oleh penikmat drama. Analisis setting perlu dilakukan guna memberi suatu gambaran pada penonton tentang waktu, tempat, peristiwa, dan suasana yang terjadi dalam drama, sangat penting dilakukan karena berhubungan dengan tata teknik pentas. Analisis setting tempat dapat dilakukan dengan mencermati dialog-dialog peran yang sedang berlangsung dalam satu adegan, babak atau dalam keseluruhan drama tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa setting adalah suatu lingkungan atau tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang meliputi latar tempat, latar waktu, latar suasana, dan latar peristiwa (sosial).

DAFTAR RUJUKAN


Budianta, Melani, dkk. 2002. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 
Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sumarwahyudi. 2011. Filsafat Ilmu Seni. Malang: Pustaka Kaiswaran.
Supriyono. 2011. Tata Rias Panggung. Malang: Bayumedia Publishing.
 Tambajong, Japi. 1981. Dasar-dasar Dramaturgi. Bandung: Harapan Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Wahyuningtyas, Sri, dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.Wariatunnisa,            Alien dan Yulia Hendrilianti. 2010. Seni Teater untuk SMP atau MTs Kelas VII, VIII, dan IX (Rahmawati, Irma dan Ria Novitasari, Ed). Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi.








2 comments for "Pengertian Setting, Latar, dan Jenisnya Menurut Ahli"